Melihat Kebaikan
Berawal dari cuplikan video di TikTok (sebuah referensi yang tidak relevan secara akademis tentunya), tapi saya rasa video tersebut bagus dan baik. Videonya tentang pandangan seseorang terhadap diri kita. Bagaimana seseorang tersebut memandang kita, bagaimana pandangan orang lain terhadap kita melalui reaksi yang disampaikannya.
Atas apa? Ini yang menarik.
Yaitu atas apa yang kita sampaikan di dunia maya ataupun di dunia nyata mengenai pencapaian kita. Ya, pencapaian. Suatu keadaan yang sensitif di Negeri Konoha ini. Sepertinya jika kita mencontohkan diri kita sendiri dalam kasus ini tentu memang menjadi tidak objektif. Oleh karena itu, mari, kita balik. Agar adil, yaa. Maksudnya? Kita balik posisi dan perannya. Bukan pencapaian diri kita, tapi pencapaian orang lain.
Bagaimana tanggapan kita terhadap orang lain yang menyampaikan suatu keberhasilannya? Bagaimana reaksi yang muncul atas apa yang kita lihat dan ketahui tersebut? Coba gali lebih dalam, jauh di lubuk hati, apa yang kita rasakan?
Sudah ketemu jawabnya? Ya, itulah yang ada dalam diri kita. Itulah pandangan kita terhadap orang tersebut. Biasanya memang berdasar pada pengalaman pribadi kita dengan orang yang bersangkutan. Suka tidaknya, positif atau negatif, itulah apa yang kita rasakan, yang membentuk sudut pandang kita, cara kita menilai seseorang itu.
Rasulullah SAW bersabda, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
"Janganlah kamu semua dengki mendengki, jangan putus memutuskan hubungan persaudaraan, jangan benci membenci, jangan pula belakang membelakangi (seteru menyeteru) dan jadilah kamu semua hamba Allah sebagai saudara, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepadamu semua."
Atau juga, firman Allah SWT langsung dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa ayat 32, yang artinya "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
Lalu, bagaimana jika dikaitkan secara akademis dari sudut pandang psikologi komunikasi mengenai hal ini? Dalam proses pengolahan informasi, terdapat suatu tahapan yang menjadi rangkaian satu kesatuan, yakni sensasi, persepsi dan memori. Sensasi diartikan sebagai suatu proses menangkap stimuli. Persepsi adalah suatu proses memberikan makna pada sensasi sehingga manusia dapat memperoleh suatu pengetahuan baru, hal ini dapat diartikan bahwa persepsi adalah suatu proses untuk mengubah sensasi menjadi informasi. Sementara itu, memori adalah suatu proses di mana informasi disimpan dan dipanggil kembali (Rakhmat, 2018).
Dalam hal ini, ketiga tahapan tersebut menjadi penting. Terkhusus dalam membentuk persepsi dari suatu stimulus yang kita terima melalui panca indera sehingga memunculkan respon berupa berbagai macam bentuk. Kemudian apa kaitannya?
Sederhananya, apa yang kita lihat, kita dengar, kita tahu, akan selalu memunculkan respon, dan itu kita tunjukkan melalui tindakan. Baik tindakan secara verbal maupun non verbal. Baik secara sadar atau tidak sadar. Itulah respon yang lantas diinterpretasi oleh diri kita membentuk sebuah persepsi. Bentuk penilaian terhadap apa yang dilakukan seseorang.
Jadiii, balik lagi ke rumusan masalah. Ketika kita melihat pencapaian suatu keberhasilan orang lain, bagaimana respon kita terhadap hal itu? Apakah kita menganggap orang tersebut ria, sombong, ingin pengakuan, atau istilah kerennya di zaman ini flexing. Atau mungkin, kita melihat hal itu sebagai bentuk syukur yang ia tunjukkan. Sebagai cara dia mengapresiasi dirinya sendiri. Dan, kita bisa ikut bahagia atas pencapaiannya tersebut yang juga turut memotivasi diri kita untuk maju?
Mungkin tulisan ini mentah dan sangat mudah dipatahkan. Tapi, poinnya bukan itu. Poinnya adalah bagaimana kita bisa belajar, membangun diri, menata hati, tidak melihat suatu keberhasilan seseorang dengan keadaan tertentu yang membentuk penilaian utuh berupa ketidaksukaan diri kita terhadapnya.
Tentu, ini menjadi salah satu mental diri kita yang harus diperbaiki. Sesuai apa yang Rasulullah SAW ajari kepada kita. Termasuk golongan mana kah kita? Yap. Mudah-mudahan, semoga Allah SWT memberikan kelapangan hati yang luas bagi kita, dijadikan pribadi positif yang dijauhkan dari hal-hal yang tidak disukai-Nya. Bukan menjadi golongan orang-orang toxic yang tidak menyukai keberhasilan orang lain.
Mari selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, salah satunya yakni dengan cara bukan hanya ingin diri kita yang dipandang baik, tetapi juga bagaimana kita memandang baik orang lain pun. Semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat, khususnya untuk diri saya sendiri. Terima kasih. Salam.